Kamis, 21 Juni 2012

PMRI

Pendidikan Matematika Realistik Indonesia (PMRI)
             Pendidikan Matematika Realistik Indonesia (PMRI) tidak dapat dipisahkan dari institude Freudenthal. Institut ini didirikan pada tahun 1971, berada di bawah Utrecht University Belanda. Nama institut diambil dari nama pendirinya yaitu Profesor Hans Freudenthal (1905-1990), seorang penulis, pendidik dan matematikawan berkebangsaan Jerman-Belanda. Sejak tahun 1971, Institut ini mengembangkan suatu pendekatan teoritis terhadap pembelajaran matematika yang dikenal dengan RME (Realistic Mathematics Education). RME menggabungkan pandangan tentang apa itu matematika, bagaimana siswa belajar matematika dan bagaimana matematika harus diajarkan (Hadi, 2005).
            Pendidikan matematika realistik dikembangkan berdasarkan pemikiran Hans Freudenthal yang berpendapat bahwa matematika merupakan aktivitas insani (human activities) yang harus dikaitkan dengan realitas. Berdasarkan pemikiran tersebut, PMRI mempunyai ciri antara lain bahwa dalam proses pembelajaran siswa harus diberikan kesempatan untuk menemukan kembali (to reinvent) matematika melalui bimbingan guru, dan bahwa penemuan kembali (reinvention) ide dan konsep matematika tersebut harus dimulai dari penjelajahan berbagai situasi dan persoalan “dunia riil” (Hadi, 2004).
            Freudenthal berkeyakinan bahwa siswa tidak boleh dipandang sebagai penerima pasif matematika yang sudah jadi. Menurutnya pendidikan harus mengarahkan siswa kepada penggunaan berbagai situasi dan kesempatan untuk menemukan kembali matematika dengan cara mereka sendiri. Banyak soal yang dapat diangkat dari berbagai konteks (situasi) yang dirasakan bermakna sehingga menjadi sumber belajar.
            Sebelum menggunakan pendekatan PMRI, pembelajaran matematika diberikan dengan menjelaskan langkah-langkah dalam menghitung. Guru menyajikan materi dengan memberikan contoh-contoh bagaimana mengerjakan suatu soal secara jelas dan rinci. Kemudian, siswa diminta mengerjakan soal-soal latihan yang sudah tersaji dengan jelas dan jawabannya pun sudah pasti.
            Sementara itu, pada pembelajaran dengan pendekatan PMRI ada 5 tahapan yang perlu dilalui oleh siswa, yaitu: Penyelesaian masalah, Penalaran, Komunikasi, Kepercayaan diri, dan Representasi. Pada tahap penyelesaian masalah, siswa diajak mengerjakan soal-soal dengan menggunakan langkah-langkah sendiri dan penggunaan langkah ini tidak berlaku baku/sama seperti yang dipakai pada buku atau yang digunakan guru. Siswa dapat menggunakan cara/metode yang ditemukan sendiri, yang bahkan sangat berbeda dengan cara/metode yang dipakai oleh buku atau oleh guru.
            Pada tahap penalaran, siswa dilatih untuk bernalar dalam mengerjakan setiap soal yang dikerjakan. Artinya, pada tahap ini siswa harus dapat mempertanggungjawabkan cara/metode yang dipakainya dalam mengerjakan tiap soal.
            Pada tahap komunikasi, siswa diharapkan dapat mengkomunikasikan jawaban yang dipilih pada teman-temannya. Siswa berhak pula menyanggah (menolak) jawaban milik teman yang dianggap tidak sesuai dengan pendapatnya sendiri.
            Pada tahap kepercayaan diri, siswa diharapkan mampu melatih kepercayaan diri dengan cara mau menyampaikan jawaban soal yang diperolehnya kepada kawan-kawannya dengan berani maju ke depan kelas. Dan seandainya jawaban yang dipilihnya berbeda dengan jawaban teman, siswa diharapkan mau menyampaikannya dengan penuh tanggungjawab dan berani baik secara lisan maupun secara tertulis.
            Pada tahap representasi, siswa memperoleh kebebasan untuk memilih bentuk representasi yang dia inginkan (benda konkrit, gambar atau lambang-lambang matematika) untuk menyajikan atau menyelesaikan masalah yang dia hadapi. Dia membangun penalarannya, kepercayaan dirinya melalui bentuk representasi yang dipilihnya.     

Tidak ada komentar:

Posting Komentar