Pendidikan
Matematika Realistik Indonesia (PMRI)
Pendidikan
Matematika Realistik Indonesia (PMRI) tidak dapat dipisahkan dari institude
Freudenthal. Institut ini didirikan pada tahun 1971, berada di bawah Utrecht
University Belanda. Nama institut diambil dari nama pendirinya yaitu Profesor
Hans Freudenthal (1905-1990), seorang penulis, pendidik dan matematikawan
berkebangsaan Jerman-Belanda. Sejak tahun 1971, Institut ini mengembangkan
suatu pendekatan teoritis terhadap pembelajaran matematika yang dikenal dengan
RME (Realistic Mathematics Education). RME menggabungkan pandangan tentang apa
itu matematika, bagaimana siswa belajar matematika dan bagaimana matematika
harus diajarkan (Hadi, 2005).
Pendidikan matematika realistik dikembangkan berdasarkan pemikiran Hans
Freudenthal yang berpendapat bahwa matematika merupakan aktivitas insani (human
activities) yang harus dikaitkan dengan realitas. Berdasarkan pemikiran
tersebut, PMRI mempunyai ciri antara lain bahwa dalam proses pembelajaran siswa
harus diberikan kesempatan untuk menemukan kembali (to reinvent) matematika
melalui bimbingan guru, dan bahwa penemuan kembali (reinvention) ide dan konsep
matematika tersebut harus dimulai dari penjelajahan berbagai situasi dan
persoalan “dunia riil” (Hadi, 2004).
Freudenthal berkeyakinan bahwa siswa tidak boleh dipandang sebagai penerima
pasif matematika yang sudah jadi. Menurutnya pendidikan harus mengarahkan siswa
kepada penggunaan berbagai situasi dan kesempatan untuk menemukan kembali
matematika dengan cara mereka sendiri. Banyak soal yang dapat diangkat dari
berbagai konteks (situasi) yang dirasakan bermakna sehingga menjadi sumber
belajar.
Sebelum menggunakan pendekatan PMRI, pembelajaran matematika diberikan dengan
menjelaskan langkah-langkah dalam menghitung. Guru menyajikan materi dengan
memberikan contoh-contoh bagaimana mengerjakan suatu soal secara jelas dan
rinci. Kemudian, siswa diminta mengerjakan soal-soal latihan yang sudah tersaji
dengan jelas dan jawabannya pun sudah pasti.
Sementara itu, pada pembelajaran dengan pendekatan PMRI ada 5 tahapan yang
perlu dilalui oleh siswa, yaitu: Penyelesaian masalah, Penalaran, Komunikasi,
Kepercayaan diri, dan Representasi. Pada tahap penyelesaian masalah, siswa
diajak mengerjakan soal-soal dengan menggunakan langkah-langkah sendiri dan
penggunaan langkah ini tidak berlaku baku/sama seperti yang dipakai pada buku
atau yang digunakan guru. Siswa dapat menggunakan cara/metode yang ditemukan
sendiri, yang bahkan sangat berbeda dengan cara/metode yang dipakai oleh buku
atau oleh guru.
Pada tahap penalaran, siswa dilatih untuk bernalar dalam mengerjakan setiap
soal yang dikerjakan. Artinya, pada tahap ini siswa harus dapat
mempertanggungjawabkan cara/metode yang dipakainya dalam mengerjakan tiap soal.
Pada tahap komunikasi, siswa diharapkan dapat mengkomunikasikan jawaban yang
dipilih pada teman-temannya. Siswa berhak pula menyanggah (menolak) jawaban
milik teman yang dianggap tidak sesuai dengan pendapatnya sendiri.
Pada tahap kepercayaan diri, siswa diharapkan mampu melatih kepercayaan diri
dengan cara mau menyampaikan jawaban soal yang diperolehnya kepada
kawan-kawannya dengan berani maju ke depan kelas. Dan seandainya jawaban yang
dipilihnya berbeda dengan jawaban teman, siswa diharapkan mau menyampaikannya
dengan penuh tanggungjawab dan berani baik secara lisan maupun secara tertulis.
Pada tahap representasi, siswa memperoleh kebebasan untuk memilih bentuk
representasi yang dia inginkan (benda konkrit, gambar atau lambang-lambang
matematika) untuk menyajikan atau menyelesaikan masalah yang dia hadapi. Dia
membangun penalarannya, kepercayaan dirinya melalui bentuk representasi yang
dipilihnya.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar